Punya temen nyebelin karena selalu merasa selalu jadi korban kejahatan orang lain? Itu namanya playing victim. Kamu bisa lihat ciri-cirinya di artikel ini.
Kamu mungkin pernah bertemu dengan orang yang selalu merasa menjadi korban dalam setiap situasi meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Sikap seperti ini sering disebut dengan istilah "playing victim". Tapi apa sebenarnya arti playing victim?
Arti playing victim secara sederhana merujuk pada sikap seseorang yang berpura-pura menjadi korban atau melebih-lebihkan peran dirinya sebagai pihak yang dirugikan, meskipun sebenarnya ia turut berperan dalam konflik yang terjadi.
Tujuannya bisa bermacam-macam, mulai dari menghindari tanggung jawab, menarik simpati, hingga memanipulasi situasi agar terlihat lebih menguntungkan bagi dirinya.
Memahami arti playing victim penting agar kita tidak mudah terjebak dalam dinamika yang tidak sehat, baik dalam hubungan pertemanan, keluarga, maupun lingkungan kerja.
Biar kamu nggak drama dan playing victim soal kuota internet kamu karena lemot, mending beralih ke Telkomsel Simpati. Kamu juga bisa download super app MyTelkomsel untuk semua kebutuhan internet dan lifestyle, kamu.
Yuk, kita akan membahas lebih dalam tentang ciri-ciri playing victim, dampaknya, dan bagaimana cara menyikapinya secara bijak.
Baca Juga: Apa Itu Skibidi Toilet yang Bakal Jadi Film Holywood?
Istilah "playing victim" berasal dari bahasa Inggris yang secara harfiah berarti βberpura-pura menjadi korban.β
Meskipun tidak memiliki akar sejarah tunggal yang spesifik, konsep ini mulai banyak dibahas dalam ranah psikologi sosial dan komunikasi interpersonal sejak pertengahan abad ke-20.
Fenomena ini berkaitan erat dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) dan perilaku manipulatif dalam hubungan sosial.
Orang yang "playing victim" biasanya merasa tidak mampu menghadapi konflik secara langsung, sehingga memilih peran sebagai korban untuk menghindari rasa bersalah atau tanggung jawab.
Secara teoretis, perilaku ini bisa dijelaskan melalui teori victimhood dalam psikologi, di mana individu merasa lebih mudah menarik empati dan dukungan dari lingkungan sosial dengan menunjukkan diri sebagai pihak yang tersakiti.
Dalam konteks yang lebih ekstrem, perilaku ini bahkan bisa berkaitan dengan narcissistic personality traits, yaitu ketika seseorang menggunakan peran korban sebagai alat untuk mengontrol atau mempengaruhi orang lain secara emosional.
Seiring berkembangnya media sosial, fenomena playing victim menjadi semakin mudah dikenali dan tersebar luas. Banyak orang kini menyadari bahwa tidak semua yang tampak seperti korban benar-benar sepenuhnya tidak bersalah.
Oleh karena itu, memahami asal usul dan motif di balik perilaku ini penting agar kita dapat bersikap lebih objektif dan bijak dalam merespons situasi sosial di sekitar kita.
Baca Juga: Overclaim Artinya Apa? Cari Tau Istilah yang Lagi Rame di Medsos!
Orang yang memainkan peran sebagai korban umumnya menunjukkan pola perilaku tertentu yang cukup mudah dikenali.
Salah satu ciri utama dari playing victim adalah kebiasaan menyalahkan orang lain atas setiap masalah yang terjadi, tanpa pernah melakukan refleksi diri atau mengakui kontribusinya dalam konflik.
Orang yang playing victim cenderung enggan mengakui kesalahannya sendiri. Mereka lebih suka menyalahkan orang lain atas setiap masalah yang terjadi, bahkan ketika kontribusi mereka terhadap masalah tersebut cukup jelas.
Mereka sering mencari alasan atau alibi untuk lepas dari kewajiban atau konsekuensi atas tindakannya. Dengan berpura-pura menjadi korban, mereka berharap tidak diminta pertanggungjawaban.
Playing victim biasanya dibarengi dengan sikap yang dramatis atau penuh keluhan. Tujuannya adalah mendapatkan perhatian, pembelaan, dan empati dari orang lain agar merasa didukung.
Untuk menguatkan narasi bahwa dirinya adalah pihak yang disakiti, mereka sering mengubah atau menyusun ulang kejadian agar terlihat menguntungkan posisinya sendiri.
Orang seperti ini tidak jarang menggunakan ekspresi kesedihan, kemarahan, atau rasa sakit untuk membuat orang lain merasa bersalah, padahal sebenarnya mereka sedang mencoba mengontrol situasi secara emosional.
Mereka memiliki pola pikir bahwa hidup tidak pernah berpihak pada mereka. Segala sesuatu yang buruk dianggap sebagai ketidakadilan, bukan sebagai konsekuensi logis atau hasil dari tindakan mereka sendiri.
Meski sering mengalami konflik atau masalah yang berulang, mereka enggan mengevaluasi diri. Alih-alih belajar dari pengalaman, mereka terus merasa menjadi korban dari keadaan atau orang lain.
Sikap playing victim bisa menghambat pertumbuhan pribadi dan merusak hubungan dengan orang lain. Agar tidak terjebak dalam pola pikir sebagai korban, berikut beberapa cara yang bisa kamu terapkan.
Sadari bahwa setiap orang memiliki andil dalam berbagai situasi, termasuk konflik. Mengakui kesalahan bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kedewasaan dan integritas pribadi.
Luangkan waktu untuk mengevaluasi diri ketika mengalami masalah. Tanyakan: "Apa yang bisa aku perbaiki?" atau "Apa peranku dalam situasi ini?" Sikap reflektif ini membantu membangun kesadaran diri.
Mendapatkan dukungan itu baik, tapi jangan menjadikan simpati sebagai alat untuk lari dari masalah. Fokuslah pada solusi, bukan sekadar pengakuan sebagai korban.
Lihat masalah sebagai peluang untuk belajar, bukan sekadar penderitaan. Dengan begitu, kamu akan lebih siap menghadapi tantangan tanpa merasa terus dirugikan.
Menerima kritik dengan lapang dada adalah kunci untuk menghindari mentalitas korban. Jangan langsung defensif atau merasa diserang, tapi gunakan masukan untuk memperbaiki diri.
Daripada meluapkan emosi berlebihan untuk mendapatkan perhatian, cobalah menenangkan diri dan berpikir jernih. Emosi yang terkendali akan membantumu bertindak lebih objektif.
Orang yang sering playing victim umumnya merasa kurang berdaya. Tingkatkan rasa percaya diri dengan menghargai kemampuan diri sendiri dan tidak menggantungkan validasi dari orang lain.
Baca Juga: Viral di Mana-Mana, Apa Sih Arti Stecu yang Sebenarnya?
Temukan berbagai istilah unik lainnya dengan rajin browsing di internet biar skill sosial kamu meningkat. Urusan kuota, serahkan aja ke Telkomsel.
Nikmati internetan tanpa khawatir dengan Paket Internet Sakti dari Telkomsel kuota besar, jaringan stabil, dan harga yang bersahabat. Cocok buat kamu yang aktif seharian, mau streaming, scroll, atau kerja online tanpa batas.
Short Video baru dan seru
Kenali Lebih Jauh Mengenai Kesehatan Mental
15 Manfaat Puasa Bagi Kesehatan Fisik Tubuh dan Mental
25 Rekomendasi Buku Psikologi yang Menarik untuk Dibaca
Bagaimana Cara Menjaga Kesehatan Mental?