BAGIKAN

Siarkan Harapan, Selamatkan Nyawa: Kisah Live Heroik Abdul Rahman dari Laut Talise

Article
Kisah Live Heroik Abdul Rahman dari Laut Talise

Minggu siang itu (20/7), sekitar pukul 14.00 WITA, langit Talise tampak bersahabat. KM Barcelona VA tengah mengarungi perairan Minahasa Utara, membawa ratusan penumpang dari Pelabuhan Melonguane menuju Manado. Tak ada yang menyangka, beberapa waktu kemudian perjalanan itu berubah menjadi perjuangan menyelamatkan nyawa.

 

Sekitar sepuluh mil dari pesisir Likupang, asap hitam mulai melambung dari ruang mesin kapal. Api menjalar cepat, kepanikan pun tak terhindarkan. Penumpang berlarian, sebagian melompat ke laut dengan harapan bisa menjauh dari kobaran api yang makin mendekat.

 

Di tengah kekacauan itu, seorang ibu terlihat menggandeng erat balita perempuannya. Tenaganya mulai melemah, arus laut terlalu kuat. Dalam momen penuh keputusasaan, sang Ibu menyerahkan anaknya ke tangan seorang penumpang lain yang berada tak jauh darinya, Abdul Rahman Agu.

 

Abdul menerima titipan itu tanpa pikir panjang. Abdul mendekap tubuh mungil yang menggigil di pelukannya, menjaga agar si kecil tetap mengapung. Selama hampir satu jam, Abdul berusaha bertahan di tengah gelombang, menghibur dan menenangkan sang anak, sambil terus berharap pertolongan datang. Tak mudah, tapi saat itu hanya ada satu pilihan: bertahan.

 

Dengan tangan yang basah dan tubuh yang mulai kelelahan, Abdul merogoh ponsel dari saku. Meski sempat terendam air, ponselnya masih bisa menyala. Abdul yang juga pengguna setia kartu prabayar SIMPATI, langsung membuka aplikasi Facebook dan memulai siaran langsung dari tengah laut. Bukan untuk viral, tapi sebagai upaya terakhir agar keberadaan dan kondisi terkini mereka bisa segera diketahui khalayak ramai. Ia hanya ingin memastikan, jika ada yang melihat, mungkin bantuan bisa lebih cepat datang.

 

“Saya lompat, handphone saya angkat ke atas, tapi tetap terendam air. Pas sampai di bawah, handphone masih menyala. Memang dari atas saya sudah niat mau rekam siaran langsung supaya masyarakat tahu kalau kita ada musibah di tengah laut,” ujar Abdul dalam sebuah wawancara.

 

Tak disangka, meski berada di tengah laut lepas, sinyal masih tersambung. Siaran langsung Abdul menjangkau ratusan orang. Komentar pun berdatangan, dari kekhawatiran hingga upaya menyuarakan bantuan. Namun yang paling penting, suara harapan dari laut Talise itu akhirnya terdengar di daratan.

 

Beberapa saat kemudian, pertolongan datang. Abdul, sang balita, dan penumpang lainnya yang sempat terapung berhasil dievakuasi dengan selamat.

 

Ketika Sinyal Ponsel Menjadi Jembatan Harapan

Dalam situasi darurat, harapan menjadi satu-satunya pegangan. Hari itu, satu sambungan sederhana dari tengah laut menjadi jembatan antara mereka yang terjebak dalam bahaya dan mereka yang bisa membantu. Siaran langsung yang dilakukan Abdul bukan sekadar rekaman peristiwa, namun seruan sunyi dari laut lepas, yang akhirnya sampai ke darat.

 

Kisah ini menjadi pengingat bahwa di saat paling genting, teknologi bisa hadir dengan cara yang sangat manusiawi dan memberi dampak nyata. Bahwa konektivitas bukan hanya soal sinyal kuat atau kecepatan, tapi tentang kehadiran yang berarti, yang mampu menyampaikan pesan, menghubungkan harapan, dan menjadi penguat untuk terus bertahan.

 

Di tengah laut Minahasa yang luas dan tak tertebak, sinyal yang tetap terhubung di ponsel Abdul membawa satu pesan penting: mereka masih di sana, masih hidup, masih menunggu untuk diselamatkan.

 

Dan hari itu, koneksi itu bukan sekadar layanan namun penyambung hidup.

 

Bersamaan dengan semangat menyambut peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, kisah Abdul Rahman mencerminkan nilai yang sudah lama hidup dalam masyarakat kita: saling tolong, saling jaga, dan hadir bagi sesama di saat paling sulit sekalipun. Sebuah pengingat bagi kami juga di Telkomsel, bahwa di setiap koneksi yang kami bangun, selalu ada harapan yang harus dijaga. Dan di setiap langkah ke depan, selalu ada alasan untuk #NyalakanSemangatIndonesia.