The NextDev Hub Virtual Talks #4: Membangun Sebuah Aplikasi Digital yang Berguna dan Nyaman | Telkomsel
BAGIKAN

The NextDev Hub Virtual Talks #4: Membangun Sebuah Aplikasi Digital yang Berguna dan Nyaman

Article
The NextDev Hub Virtual Talks #4: Membangun Sebuah Aplikasi Digital yang Berguna dan Nyaman

The NextDev Hub Virtual Talks #4: Membangun Sebuah Aplikasi Digital yang Berguna dan Nyaman

The NextDev Hub Virtual Talks #4: Membangun Sebuah Aplikasi Digital yang Berguna dan Nyaman

Saat ini hampir sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengadopsi gaya hidup digital. Tak bisa dipungkiri penggunaan aplikasi digital sudah menjadi salah satu kebutuhan gaya hidup digital masyarakat, terutama di masa pandemi COVID-19.

Dengan aplikasi digital, semua aktivitas dan kebutuhan masyarakat sehari-hari bisa terpenuhi dengan lebih mudah. Sebagai contoh, di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hadirnya aplikasi digital sangat membantu masyarakat dalam berkomunikasi, belajar, bekerja, hingga memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di balik hadirnya aplikasi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat, ada peranan seorang developer yang mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam menciptakan sebuah solusi digital. Lantas aplikasi digital seperti apa yang bisa menarik minat konsumen untuk menggunakannya? Dan seberapa penting kenyamanan bagi konsumen ketika menggunakan aplikasi digital?

Dalam seminar The NextDev Hub Virtual Talks #4 yang diselenggarakan pada 24 September 2020, The NextDev mengajak generasi muda Indonesia untuk belajar mengenai cara mendesain aplikasi yang bisa menawarkan pengalaman terbaik bagi penggunanya.

Bersama dengan Apple Developer Academy @BINUS, The NextDev Hub Virtual Talks hadir dengan dua sesi diskusi bertemakan “Building Powerful iOS Applications” dan “Designing for Good: Creating Seamless User Experience” yang disampaikan oleh berbagai narasumber kompeten di bidangnya.

Baca Juga: The NextDev Hub Virtual Talks #3: Kolaborasi Teknologi & Inovasi Untuk Indonesia Maju

Membangun Aplikasi iOS yang Kuat

Dalam beberapa tahun belakangan, Indonesia mencetak sejumlah developer berprestasi. Dari tangan-tangan mereka lahirlah berbagai macam aplikasi digital yang mempermudah kehidupan masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Sebut saja Go-jek sebagai salah satu aplikasi yang membantu kita untuk memenuhi berbagai kebutuhan di mana pun dan kapan pun.

Go-Jek mungkin menjadi salah satu contoh kesuksesan bagaimana developer lokal dalam menciptakan sebuah aplikasi yang berguna bagi khalayak. Selain Go-Jek, tentu ada banyak developer lokal lainnya yang tak kalah hebat dalam menciptakan aplikasi digital. Adityo Nugroho (Marketing Section Head Apple Developer Academy) percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk membuat aplikasi, karena baginya developer itu bukan hanya milik individu yang mempunyai keahlian IT, software engineer, dan sebagainya.

Ketika berbicara mengenai developer, Adityo dan teman-teman di Apple Developer Academy menilai bahwa seorang developer tidak sekadar menciptakan sebuah aplikasi digital, melainkan menjadi seorang problem solver atau pemecah masalah.

“Jika ingin menjadi developer, kamu harus paham bahwa seorang developer harus bisa menghadirkan solusi berteknologi yang bisa digunakan banyak pihak sehingga mampu memecahkan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari,” tuturnya.

Senada dengan Adityo, Aland Sinduartha (Developer of Relia) mengatakan, untuk bisa membuat aplikasi yang berguna, developer harus melihat sebuah masalah. Tidak harus berasal dari scoop yang luas, masalah ini bisa berangkat dari lingkungan sekitar terlebih dahulu, seperti yang dicontohkan oleh Aland dan tim ketika membuat aplikasi Relia. Aplikasi yang ditujukan untuk membantu pasien kanker ini diciptakan dari keinganan Aland untuk membantu temannya yang menderita penyakit kanker. Para pasien kanker bisa menjadikan Relia sebagai sebuah jurnal untuk mencatat gejala yang dirasakan.

“Aplikasi adalah sekadar aplikasi, tapi bagaimana membuat aplikasi yang benar-benar berguna. Menjadi seorang world class developer berarti menjadi seorang problem solver,” papar Aland.

Saat ini, ketika berbicara mengenai aplikasi digital, hanya ada dua sistem operasi yang dipakai oleh masyarakat dunia, yakni Android dan iOS. Dalam membangun aplikasi di kedua sistem operasi tersebut tentu ada perbedaan tersendiri. Aland menyebut bahwa membangun aplikasi di iOS lebih sulit ketimbang Android.

Membangun aplikasi di iOS, lanjut Aland, memiliki kriteria yang banyak, spesifikasi yang detail, dan banyak keterbatasan. Saat proses submission, pihak Apple juga akan memberikan feedback lebih lanjut terkait aplikasi tersebut. Meski demikian, Apple selalu memberikan guideline kepada developer dalam membangun aplikasi. Aland menyarankan agar para developer bisa mengikuti guideline dengan seksama.

Meski terdapat perbedaan antara Android dan iOS, Marylin Parhusip (Developer of Leastric Technology Indonesia) mengatakan bahwa hal tersebut tidak menjadi masalah. Marylin berpendapat bahwa para developer tidak harus membuat pusing ketika memilih sistem operasi mana yang akan menjadi tempat Ia mengembangkan aplikasi.

“Tentunya ada perbedaan antara iOS dengan Android, tapi untuk sampai saat ini semuanya hampir sama. Perbedaannya terletak dalam proses building dan preferensi perusahaan dalam menentukan skala prioritas pembuatan aplikasi,” paparnya.

Baca Juga: The NextDev Hub Virtual Talks #2: Transformasi & Inovasi Masyarakat Digital Memasuki Era Kenormalan Baru

Menciptakan Pengalaman Pengguna yang Lancar

Satu hal yang tidak boleh luput ketika membangun sebuah aplikasi adalah bagaimana menciptakan aplikasi yang bisa diterima oleh masyarakat. Diterima dalam hal ini bukan hanya kegunaan, tapi bagaimana sebuah aplikasi bisa dipakai dengan nyaman. Di sini lah peranan penting seorang UX Designer dalam membuat aplikasi dengan pengalaman pengguna yang lancar.

Agar hal tersebut bisa tercapai, Yonatha Maulana (Digital Product Design Lead Telkomsel), berpendapat bahwa developer bisa berpedoman pada “Experiences Pyramid”. Ada dua hal yang bisa dilihat dari model piramid ini, yakni:

Karakteristik Objektif (Fitur Produk)

  1. Fungsional
  2. Dapat diandalkan
  3. Berguna

Karakteristik Subjektif (Pengalaman)

  1. Mudah
  2. Menyenangkan
  3. Signifikan

Yonatha mengatakan bahwa saat ini Telkomsel tak lagi berkutat pada Karakteristik Objektif, namun sudah sampai pada tahap Karakteristik Subjektif. Pada tahap ini, pengguna diharapkan bukan sekadar menggunakan, tapi juga merasakan kemudahan, memiliki pengalaman yang menyenangkan, dan bahkan bisa merasakan sebuah dampak yang signifikan dari aplikasi tersebut.

“Jadi ini mungkin bisa menjadi patokan tersendiri buat teman-teman yang ingin membangun startup di era realita digital, Experiences Pyramid ini akan sangat membantu. Telkomsel pun memakai karakteristik seperti ini dalam membangun user experience,” paparnya.

Developer harus melihat konsumen sebagai hal yang vital, karena developer harus memiliki umpan balik (feedback) dari konsumen, begitu pula sebaliknya. Dari segi bisnis, selain memikirkan umpan balik dari konsumen, developer juga harus memikirkan keuntungan dari aplikasi yang dikembangkan. Hal ini dilakukan demi kelangsungan atau continuity dari aplikasi tersebut.

Developer juga harus mengukur tingkat kepuasan dari pengguna dan perilaku pengguna (customer behavior). Salah satunya dengan menciptakan persona yang sesuai dengan tujuan. Kemudian, sebelum benar-benar dilempar ke publik, developer harus mengadakan riset dan melakukan uji coba aplikasi buatannya ke sejumlah orang.

Baca Juga: The NextDev Hub x Huawei Webinar Series: Merespons COVID-19 dan Masa Depan Pascapandemi dengan Teknologi

Hal inilah yang dilakukan oleh Akhmad Syaiful N. (Chief Marketing Officer Halal Local) ketika pertama kali membuat aplikasi Halal Local. Menurut Syaiful, Halal Local sudah beberapa kali mengalami perombakan desain. Perombakan ini dilakukan berdasarkan feedback dari responden atau orang yang dimintai pendapat, antara lain Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).

“Kami mencoba aplikasi ini ke beberapa pengurus DKM dan influencer muslim. Kami tanya apakah fitur ini bagus atau tidak, kira-kira ada tambahan atau tidak. Sampai akhirnya ada yang memberi saran agar aplikasi kami tidak terlalu luas dan fokus pada hal tertentu, yakni menjadi sebuah aplikasi muslim traveler,” ungkap Syaiful.

Dengan demikian, membangun sebuah aplikasi tidak bisa hanya dari sudut pandang si pengembang. Dibutuhkan masukkan dari sejumlah pihak, terutama pengguna untuk menentukan fitur-fitur yang dibutuhkan, sehingga pada akhirnya aplikasi tersebut akan menjadi aplikasi yang dipakai secara berkelanjutan.

Bagi kamu yang ketinggalan, The Next Hub Virtual Talks akan terus digelar hingga Desember 2020. Kunjungi akun The NextDev untuk informasi lebih lanjut mengenai jadwal kegiatan The NextDev Hub selanjutnya!